Ketemu Pak Dahlan Iskan di Unair

Ketemu Pak Dahlan Iskan di Unair - Siapa sih yang tidak kenal Dahlan Iskan ? Menteri BUMN Ke-7 ini namanya memang sudah terdengar nyaring bagi semua orang. Sepak terjang karier beliau memang sudah tidak diragukan lagi. Sehingga banyak orang yang mengidolakan beliau, dan ingin sekali bertemu dengan beliau.

Kebetulan sekali, UKMKI Universitas Airlangga, menyelenggaran Publick Reaction Academy "Publik Course" yang bertema "Membangun Publik: Bangun Integrasi Bangsa". Tanpa berfikir panjang saya pun mendaftar acara tersebut. Karena kesempatan emas bisa bertemu pak Dahlan Iskan secara langsung. Bertempat di Aula Soetandyo FISIP Universitas Airlangga, acara tersebut berlangsung hari sabtu mulai pukul 08:00-15:00 WIB.

Acara Pubic Relaction Academy di Aula Soetandyo

Ketika Pak Dahlan masuk ke Aula Soetandyo FISIP Universitas Airlangga, semua peserta seminar bergemuruh. Sebuah kesempatan langka bisa bertemu langsung dengan Pak Dahlan Iskan. Gayanya yang sederhana seringkali membuat tertawa para peserta seminar. Setiap kata-kata yang diucapkannya penuh sekali dengan nasihat dan makna.

Pak Dahlan sedang menyampaikan materi

Seminar yang berlangsung selama kurang lebih 3 jam tersebut terasa singkat sekali. Saya mungkin terlalu menikmati, sehingga tidak sadar waktu sudah menunjukan pukul 12:00 WIB. Acara selanjutnya ada istirahat, sholat dan makan. Setelah acara seminar dilanjutkan dengan kelas paralel, yang mana saya mengikuti kelas menulis dengan pemateri Mas Fajrin dari Wartawan Jawa Pos (Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga).

Sungguh pengalaman yang berkesan sekali bagi saya bisa melihat langsung, mendengar langsung Pak Dahlan Iskan. Memang sebelumnya hanya melihat di tv-tv saja. Sehingga ini merupakan pengalaman menarik yang akan menjadi bekal untuk kehidupan lebih baik lagi.

Pemberian cinderamata kepada Pak Dahlan dan Cak Dalu (Gerakan Melukis Harapan)

Universitas Airlangga memang sering sekali mendatangkan para menteri dan mantan menteri Indonesia untuk mengisi seminar. Bahkan beberapa menteri Indonesia juga alumni Universitas Airlangga, misalnya, Pak Jonan dan Ibu Khofifah. Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga, tentunya saya bangga bisa bertemu dengan orang-orang hebat seperti Pak Dahlan, Pak Jonan dan Ibu Khofifah. Dalam setiap pidatonya selalu ada kata-kata motivasi yang membangkitkan kami sebagai mahasiswa untuk dapat bermanfaat bagi masyarakat.


Web

KEGIATAN LESHUTAMA

Gotong royong dalam memperbaiki markas LESHUTAMA

pembuatan GAZEBO sementara dan sukerala

POS LESHUTAMA tampak dari luar

Pembelajaran budaya di Markas LESHUTAMA

Pembelajaran budaya penting bagi generasi muda

Beberapa peninggalan sejarah di Ngumbul banyakbang

Banyak orang mengatakan, dibawah tanah ada candi


KONSEP TAMAN BACA BERBASIS SAMPAH (TBBS)

Konsep Taman Baca yang digagas LESHUTAMA
Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007). Banyak sampah organik masih mungkin digunakan kembali/ pendaurulangan (re-using), walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan/ material yang tidak dapat digunakan kembali (Dainur, 1995).

Permasalahan sampah memang tidak ada habis-habisnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia pasti mempunyai permasalahan pengolahan sampah. Apalagi jika pembuangan sampahnya terletak di dekat sumber mata air, seperti yang yang di Ngumbul Banyakbang.

Setiap harinya, beberapa puluh kilogram sampah dibuang di sekitar Ngumbul Banyakbang. Sampah tersebut berasal dari sekolah-sekolah dan rumah masyarakat sekitar. Sampai saat ini, belum ada upaya untuk memberdayakan sampah sebagai sesuatu yang berguna.

Umumnya generasi muda memiliki niat membaca yang cukup tinggi. Namun karena faktor ekonomi, mereka juga terkadang enggan membeli buku. Padahal dalam proses edukasi lingkungan secara berkesinabungan, diperlukan kegiatan membaca buku-buku seputar lingkungan. Karena pada dasarnya membaca adalah sebuah kegiatan yang ringan dan sederhana karena dengan membaca akan memiliki banyak manfaat. Fajar Rachmawati (2008: 4) menyebutkan manfaat membaca adalah Meningkatkan kadar intelektual, Memperoleh berbagai pengetahuan hidup, Memiliki cara pandang dan pola pikir yang luas, Memperkaya perbendaharaan kata, Mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia, Meningkatkan keimanan dan Mendapatkan hiburan.

Oleh karena itu diperlukan perpustakaan yang menggunakan sampah untuk meminjam buku. Jadi nanti para pemuda akan membawa sampah yang bernilai jual ke perpustakaan. Mereka juga belajar bagaimana memilah sampah secara benar. Sehingga mereka dapat mendapatkan buku secara mudah dan mengurangi sampah di Ngumbul Banyakbang. 

Harapannya Gedung kosong (kiri) dapat dijadikan taman baca bagi pemuda

SEJARAH BERDIRINYA LESHUTAMA



Kalidawir adalah salah satu desa di Kabupaten Tulunggaung. Kalidawir berasal dari Bahasa Jawa, Kali yang memiliki makna sungai dan Dawir yang memiliki makna sobek. Namun banyak orang yang mengatakan bahwa Desa Kalidawir dianggap desa yang primitif dan sering terjadi kekeringan. Hal ini bertolak belakang dengan makna suku kata kali yang merupakan tempat berkumpulnya air. Tetapi asumsi masyarakat mengenai Desa Kalidawir hanyalah sebuah mitos.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdul Mukhosis seorang Direktur Yayasan Cendikia Nusantara yang menaungi beberapa cabang organisasi salah satunya LESHUTAMA, mengatakan bahwa daerah Kalidawir pada faktanya memiliki banyak sumber mata air yang tersebar merata di beberapa titik. Asumsi masyarakat yang mengatakan Kalidawir sering mengalami kekurangan air seakan-akan dibantah oleh Abdul Mukhosis melalui penelitiannya. Dari hasil penelitian yang dilakukan faktanya daerah yang sering mengalami kekurangan air adalah daerah Winong. Winong adalah daerah yang terletak di sebelah selatan Kalidawir. Daerah ini memiliki sumber mata air yang sedikit, selain itu air yang terdapat di Winong berwarna coklat kekeruhan. Sehingga tidak layak untuk dikonsumsi oleh warga sekitar.
Pada zaman dahulu di daerah Kalidawir terdapat Kadipaten Betak yang diasumsikan oleh masyarakat sebagai Desa Joho (sekarang). Kadipaten ini memiliki sumber mata air yang cukup banyak, salah satunya adalah Pakirtan, yakni tempat penyucian diri yang digunakan masyarakat pada saat itu. Di sekitar Kadipaten Betak terdapat flora dan fauna yang beragam. Selain itu, juga terdapat banyak situs, misalnya arca, batu bata tumpuk, pemakaman dan candi ampel yang memiliki potensi wisata yang besar. Selain Pakirtan, sumber mata air yang berpotensi adalah Ngumbul Banyak Bang. Namun pada saat itu, kondisi Ngumbul Banyak Bang masih sangat kumuh dan banyak sampah, sehingga kualitas air tidak layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat sekitar. Melihat potensi air yang bagus namun tidak terurus, Abdul Mukhosis berinisiatif untuk memanfaatkan potensi lokal tersebut  untuk kepentingan masyarakat sekitar.
Saya ingin membersihkan tempat di sekitar Ngumbul Banyak Bang yang penuh dengan sampah, sehingga sumber mata air itu bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Kalau berpotensi kenapa gak ?. Selain itu, masyarakat supaya terhindar dari bahaya bahan kimia yang ditimbulkan dari tumpukan sampah (wawancara; Abdul Mukhosis, 23 Februari 2015).
Penelitian yang diawali pada akhir tahun 2013 ini menghasilkan manfaat yang tidak sedikit. Langkah awal yang dilakukan adalah babat alas sekitar mata air Ngumbul Banyak Bang. Babat alas ini dilakukan oleh para pemuda setempat dengan sistem gotong royong. Namun berhasil tidaknya sangat bergantung pada keberhasilan menanamkan semangat ini kepada generasi muda (Kompas, 31 Mei 2013). Setelah empat bulan penelitian dilakukan, sumber mata air Ngumbul Banyak Bang dapat difungsikan secara normal, salah satu fungsinya adalah menyalurkan air tersebut ke daerah Winong, yang selama ini kesulitan mencari sumber mata air yang bersih. Setelah mata air Ngumbul Banyak Bang mendapat respon yang baik dari masyarakat, Yayasan Cendekia Nusantara ini meresmikan cabang organisasinya, yakni LESHUTAMA (Lestarikan Hutan dan Penyelamatan Sumber Mata Air) untuk mengelolanya dan bekerjasama dengan warga setempat.
Tujuan dari pembentukan LESHUTAMA ini bukan semata-mata untuk gerakan penyelamatan sumber mata air, namun ada tujuan yang lain, yakni mewujudkan kader yang peduli dan peka terhadap lingkungan dan menginspirasi serta memotivasi pemuda untuk memanfaatkan potensi lokal (wawancara, Abdul Mukhosis, 23 Februari 2015).
Setelah sumber mata air Ngumbul Banyak Bang difungsikan dan diresmikan, warga Winong sudah memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan air yang bersih yang siap untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari serta kehidupan warga Winong berlangsung lebih baik daripada sebelumnya. Berkat kearifan lokal, mereka dapat melangsungkan kehidupannya bahkan dapat berkembang secara berkelanjutan (Permana, 2010:2-3)



Daftar pustaka: Permana, Cecep Eka. 2010. Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Dalam Mengatasi Mitigasi Bencana. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

BANK SAMPAH BISA DITERAPKAN DI SEKOLAH



MANTASA NEWS – Manusia tidak henti-hentinya menghasilkan sampah setiap harinya. Jumlah ini terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Tidak hanya dirumah, bahkan disekolah pun banyak kita jumpai sampah dimana-mana. Oleh karena itu kita sebagai generasi muda dituntut untuk mampu berfikir kreatif untuk mengolah sampah menjadi berkah. Dimulai dari sekolah yang diharapkan mampu diimplementasikan di masyarakat. Seperti yang dilakukan siswa-siswi MAN Tulungagung 1.

Sebagai sekolah menuju Adiwiyata, MANTASA GREEN sebutan MAN Tulungagung ini terus mengadakan kegiatan bersifat ramah lingkungan. Sekolah dengan dominasi warna hijau ini memiliki sebuah BANK SAMPAH yang aktif dalam mengolah sampah. Konsep Bank Sampah ini sebenarnya sangat sederhana, namun memerlukan tanggungjawab dan kesadaran dari anggota sekolah. Setiap kelas hanya memilah sampah yang diklasifikasikan menjadi plastik dan kertas. Dari hasil pemilahan tersebut kemudian disetorkan ke Bank Sampah. Kemudian Petugas Bank Sampah yang merupakan Tim TTG MANTASA GREEN menimbang sampah tersebut dan dicatat dalam buku tabungan pada kelas masing-masing. Setiap harinya berat sampah akan diakumulasi, jika sudah mencapai berat minimal 1 kg dapat dicairkan dengan uang seharga sampah tersebut. Uang hasil penjualan sampah dapat dijadikan kas kelas tersebut.

Sampah hasil setoran perkelas tidak dibiarkan begitu saja di Bank Sampah. Tim TTG MANTASA GREEN mampu mengolah sampah tersebut menjadi suatu barang yang mempunyai nilai jual. Hasilnya dapat dijadikan sebagai biaya study banding ke universitas-universitas. Kunjungan tersebut diharapkan menambah wawasan kepada siswa-siswi untuk lebih kreatif lagi dalam mengolah sampah. Penulis berharap di sekolah-sekolah lain ada Bank Sampah seperti halnya di MAN Tulungagung 1 atau mungkin lebih baik lagi dalam sistemnya. Sudah saatnya sebagai generasi muda, kita mampu mengolah sampah jadi berkah.

[ARTIKEL ANAK LESHUTAMA] AYO SELAMATKAN TULUNGAGUNG !!!



MANTASA NEWS - Jika bumi tetap dibiarkan seperti saat ini, maka bukan tidak mungkin bencana melanda seluruh wilayah Nusantara. Tidak terkecuali daerah Tulungagung. Dengan semakin langkanya tumbuhan maka cadangan air juga berkurang. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama untuk menjaga bumi ini agar kehidupan tetap berlangsung dengan baik. Serta melaksanakan pepatah “muda menanam, tua menuai” untuk membuat bumi tersenyum pada kita. Sehingga kita tidak kepanasan lagi, tidak lagi dilanda kekeringan yang berkepanjangan serta generasi mendatang tetap bisa merasakan keindahan dan kekayaan alam Indonesia ini. Kesadaran pribadi turut mendukung keberhasilan program yang dicanangkan pemerintah untuk menjadikan Indonesia Hijau kembali. Bumi kita sudah lama tersakiti oleh tingkah angkuh manusia, Bukankah tugas manusia menjadi Khalifah fil ‘ardh ?



Kerusakan lingkungan semakin hari semakin bertambah kompleks sehingga kita pun merasakan bumi semakin panas. Ini disebabkan berkurangnya ruang yang ditumbuhi oleh pepohonan. Kerusakan ini disebabkan oleh penambangan, perkebunan dan aktivitas penduduk. Kerusakan alam di Tulungagung lebih banyak disebabkan oleh kegiatan pertambangan. Khususnya pada pertambangan marmer. Tulungagung adakalah kabupaten  yang terkenal hingga mendunia dengan industri marmernya. Kegiatan pertambangan dapat berdampak pada perubahan/rusaknya ekosistem. Ekosistem yang rusak diartikan sebagai suatu ekosistem yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya secara optimal, seperti perlindungan tanah, tata air, pengatur cuaca, dan fungsi-fungsi lainnya dalam mengatur perlindungan alam lingkungan.


Kegiatan penambangan marmer di Tulungagung menyebabkan timbulnya lobang-lobang besar. Lobang-lobang ini dengan mudah ditemukan disetiap sudut daerah ini. Aktivitas penambangan di darat menyebabkan hilangnya vegetasi tumbuhan yang bisa menyerap air. Sedangkan penambangan di laut menyebabkan rusaknya terumbu karang serta kekeruhan meningkat. Meningkatnya kekeruhan akan menghalangi sinar matahari masuk kedalam laut sehingga proses fotosintesis terganggu, hingga pada akhirnya juga akan mengganggu keseimbangan ekosistem di laut.

Gangguan ekosistem akibat penambangan ini dikategorikan dalam gangguan yang mempunyai intensitas berat. Hal ini dikarenakan struktur hutan rusak berat/hancur yang menyebabkan produkfitas tanahnya menurun (http://dim.esdm.go.id). Dampak lain yang timbul akibat penambangan marmer adalah lahan yang terdegradasi.

Degradasi pada lahan bekas tambang meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penurunan drastis jumlah spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme tanah. Dengan kata lain, lahan yang terdegradasi memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan struktur tanah yang kurang baik untuk pertumbuhan tanaman (http://agarica.wordpress.c0m, 2009).

Untuk memperbaiki kondisi lahan yang rusak akibat kegiatan pertambangan dapat dilakukan berbagai cara, salah satunya dengan reklamasi. Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki lahan pasca penambangan, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan revegetasi. Revegetasi sendiri bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah tersebut. Namun upaya perbaikan dengan cara ini masih dirasakan kurang efektif, hal ini karena tanaman secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, termasuk bekas lahan tambang. Oleh karena itu aplikasi lain untuk memperbaiki lahan bekas tambang perlu dilakukan, salah satunya dengan mikroorganisme.

Perbaikan kondisi tanah meliputi perbaikan ruang tubuh, pemberian tanah pucuk dan bahan organik serta pemupukan dasar dan pemberian kapur. Kendala yang dijumpai dalam merestorasi lahan bekas tambang yaitu masalah fisik, kimia (nutrients dan toxicity), dan biologi. Masalah fisik tanah mencakup tekstur dan struktur tanah. Masalah kimia tanah berhubungan dengan reaksi tanah (pH), kekurangan unsur hara, dan mineral toxicity. Untuk mengatasi pH yang rendah dapat dilakukan dengan cara penambahan kapur. Sedangkan kendala biologi seperti tidak adanya penutupan vegetasi dan tidak adanya mikroorganisme potensial dapat diatasi dengan perbaikan kondisi tanah, pemilihan jenis pohon, dan pemanfaatan mikroriza.

Oleh karena itu diperlukan pemilihan spesies yang cocok dengan kondisi setempat, terutama untuk jenis-jenis yang cepat tumbuh, misalnya sengon, yang telah terbukti adaptif untuk tambang. Dengan dilakukannya penanaman sengon minimal dapat mengubah iklim mikro pada lahan bekas tambang tersebut. Untuk menunjang keberhasilan dalam merestorasi lahan bekas tambang, maka dilakukan langkah-langkah seperti perbaikan lahan pra-tanam, pemilihan spesies yang cocok, dan penggunaan pupuk.

Untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada lahan bekas tambang, dapat ditentukan dari persentasi daya tumbuhnya, persentasi penutupan tajuknya, pertumbuhannya, perkembangan akarnya, penambahan spesies pada lahan tersebut, peningkatan humus, pengurangan erosi, dan fungsi sebagai filter alam. Dengan cara tersebut, maka dapat diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam merestorasi lahan bekas tambang. Kesadaran pribadi turut mendukung keberhasilan program yang dicanangkan pemerintah untuk menjadikan Indonesia Hijau kembali.

“Berhentilah menyakiti aku, jika tidak ingin menderita”